20:32
Dengan tanggapan-tanggapan yang saya paparkan,
bukan berarti buku ini banyak kelemahan, namun justru saya sendiri yang
memiliki banyak kelemahan, dan perlu banyak mengkaji dan menelaah kandungan
yang ada pada buku ini. Saya berharap dengan membaca dan memahami isi kandungan
buku ini, dapat memperoleh pemahaman dan masukan bagi khasanah keilmuan pada
diri saya.
ILMU PENDIDIKAN ISLAM - Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA
SINOPSIS
ILMU
PENDIDIKAN ISLAM
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA
Dalam
sinopsis buku Ilmu Pendidikan Islam Dengan Pendekatan Multidispliner penulis
memberikan gambaran tentang pendidikan, bahwa; Hingga saat ini, mutu pendidikan
Islam masih jauh tertinggal dengan mutu pendidikan secara umum. Hal ini terjadi
antara lain, karena pelaksanaan pendidikan yang diselenggrakan oleh pelbagai
lembaga pendidikan Islam, masih belum dilakukan secera terncana dan terkonsep.
Visi, misi, tujuan, kurikulum, proses belajar mengajar, kualifikasi guru,
kriteria calon siswa, mutu kelulusan, standar sarana prasarana, biaya,
lingkungan, dan evaluasi tidak dirumuskan derdasarkan sebuah teori yang matang.
Disisi lain,
pendidikan Islam sendiri miliki keterkaitan yang erat dengan pelbagai disiplin
ilmu, misalnya; visi, misi, dan tujuan pendidikan Islam erat kaitanya dengan
filsafat; metodologi pengajaran erat kaitanya dengan psikologi dan kebudayaan;
kurikulumya erat dengan filsafat dan iptek; aspek pengelolanya erat kaitannya
dengan ilmu manajemen; aspek sarana-prasarana dan pembiayaan erat kaitannya
dengan ilmu ekonomi dan politik; aspek hubungan antara pendidikan dengan
peserta erat kaitannya dengan ilmu sosiologi dan psikologi, dan seterusnya.
Dalam daftar
isi penulis memberikan bab perbab penjelasan tentang pendidikan Islam dimulai
dengan pendahuluan. Penulis memberikan sedikit gambaran tentang dasar
pemikiran, tujuan, dan ruang lingkup serta metode dan pendekatanya terhadap
ilmu pandidikan Islam.
Bukti
penulis menyusun buku ini sesuai dengan kreteria penulisan ilmiah yang
berdasarkan fakta dan teori dalam dunia penulisan karya ilmiah, yang dapat
dibuktikan secara ilmiah akan keabsahan penulisan buku ini.
Bab kedua,
penulis memberikan penjelasan tentang pengertian, tujuan, dan ruang lingkup
ilmu pendidikan Islam. Pada bab ini penulis memaparkan arti dari pendidikan
Islam serta mendefinisikannya, juga hakikat dari pendidikan Islam itu sendiri.
Tidak lupa penulis juga penguatkan pendapatnya yang didapat dari al-Qur’an
maupun al-Hadits.
Tujuan ilmu
pendidikan Islam yang dikemukakan penulis dipaparkan sebagai berikut:
1. Pertama,
melakukan pembuktian terhadap teori-teori kependidikan Islam yang merangkum
aspirasi atau cta-cita Islam yang harus diikhtiarkan agar menjadi kenyataan.
2. Kedua, memberikan
bahan informsi tentang pelaksanaan pendidikan dalam segala aspeknya bagi pengembangan
pendidikan agama Islam.
3. Ketiga,
menjadi korektor bagi kekurangan teori-teori yang dipegangi oleh pendidikan
agama Islam.
Dari urian
diatas menggambarkan petapa pentingnya pendidikan agama Islam bagi pemeluknya.
Diharapkan dengan pendidikan yang sesuai dengan konsep al-Qur’an dan al-Hadits
dapat memberikan jalan dan ridho Allah SWT.
Bab Ketiga,
penulis menjelaskan tentang dasar-dasar dan asas-asas ilmu pendidikan Islam.
Asas-asas pendidikan dalam Islam, mengatakan bahwa berkenaan dengan dengan
asas-asas yang kita maksudkan, yaitu asas-asas pendidikan Islam, dapat kita
uraikan dalam enam asas sebagai berikut.
1. Pertama, asas
historis yang mempersepsikan si pendidik dengan hasil-hasil pengalaman
pendidikan masa lalu, dengan undang-undang dan peraturan-peraturannya,
batas-batas dan kekurangan-kekuranyannya.
2. Kedua, asas
sosial yang memberinya kerangka budaya darimana pendidikan itu bertolak dan
bergerak, memindah budaya, memilih, dan mengembangkannya.
3. Ketiga, asas
ekonomi yang memberinya perspektif tentang potensi-potensi manusia dan keuangan
serta materi dan persiapan yang mengatur sumber-sumbernya dan bertanggungjawab
terhadap anggaran belanja.
4. Keempat, asas
politik dan administrasi yang memberikannya bingkai idiologi (aqidah) darimana
ia bertolak untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan dan rencana yang telah
dibuat.
5. Kelima, asas
psikologis yang memberikan informasi tentang watak pelajar-pelajar, guru-guru,
cara-cara terbaik dalam praktik, pencapaian dan penilaian.
6. Keenam, asas
filsafat yang berusaha memberikannya kemampuan untuk memilih yang terbaik,
memberi arah suatu sistem, mengontrolnya, dan memberi arah kepada semua
asas-asas yang lain.
Dari
uangkapan penulis yang dipaparkan memberikan gambaran tentang pendidikan agama
Islam khususnya bahwa, dalam pendidikan tidak terlepas dari dasar-dasar dan
asas-asas untuk mencapai pendidikan yang diharapkan. Yang dikemukakan penulis
tentang hal tersebut harus diikuti dan diimplementasikan kedalam dunia pendidikan
agar memberikan pendidikan yang diharapkan.
BAB KEEMPAT,
tentang pendidikan Islam dengan pendekatan normatif perenialis. Ajaran normatif
perenialis dalam pendidikan Islam yang dikemukakan oleh penulis adalah, bahwa
ajaran yang bersifat normatif yang bersumber dari ajaran-ajaran agama didunia,
termasuk agama Islam, merupakan ajaran yang dapat menyelamatkan manusia dari
keterpurukan dan kesesatan sebagaimana yang dialami oleh masyarakat modern saat
ini. Mereka memerlukan pencerahan kembali melalui ajaran normatif perenialis
yang terdapat dalam agama.
Pendidikan
Islam, sebagai bagian dari pendidikan pada umumnya, diharapkan dapat ikut
menyelesaikan permasalahan tersebut di atas dengan cara mengintegrasikan
nilai-nilai normatif perenialis tersebut ke dalam konsep dan praktik pendidikan
Islam.
Dalam
permasalahan ini penulis memberikan gambaran tentang pendidikan dengan dengan
pendekatan perenialis yang hakikat dari pendekatan tersebut kaitannya dengan
pengrtahuan mistik universal. Filasafat perenialis dipandang sebagai sebuah
filsafat yang menjelaskan segala kejadian yang hakiki menyangkut kearifan yang
diperlukan dalam menjalankan hidup yang benar adri segala aspek. Walaupun
secara singkat menjelaskan konsep tersebut, namun saya bisa menangkap dari apa
yang telah dituliskan, bahwa hakikat dari pendidikan Islam seseorang dapat
memahami kompleksitas perbedaan-perbedaan yang ada antara satu agama dengan
agama lain, dan antara tradisi dengan tradisi lain. Juga bisa dipahami bahwa
perbedaan adalah hal yang biasa tinggal bagaiman kita menyikapi perbedaan
tersebut hingga tidak terjadi perpecahan atau permusuhan karena perbedaan
adalah fitrah manusia.
BAB KELIMA, ilmu
pendidikan Islam dengan pendekatan sejarah. Melalui pendekatan sejarah
ditemukan informsi tentang pendidikan Islam sebagai berikut:
Pertama,
terdapat sejumlah lembaga pendidikan Islam yang pernah memainkan peranan dan
sumbangan bagi pengembangan ajaran Islam dan pemberdayaan umat.
Kedua,
berkaitan denagan metode yang digunakannya. Dilihat dari bahan kajiannya ada
yang bersifat riset kepustakaan dan riset lapangan; dari segi tujuannya ada
yang bersifat deskriptif eksploratif dan uji teori; dari segi pendekatan
analisisnya ada yang mengunakan analisis sejarah, ayitu analisis yang bertumpu
pada data dan fakta yang akurat dan seterusnya yang nanti digunakan sebagai
peningkatan kualitas pendidikan Islam.
Dari apa
yang diuraikan penulis, menunjukan revalitas sejarah bagi kepentingan
pendidikan Islam, dikarenakan peningkatan mutu kualitas harus ada perimbangan
dan itu mengaca pada perkembangan sejarah. Pendidikan bisa dikatakan maju jika
mampu melebihi pendidikan yang ada sebelumnya.
BAB KEENAM, ilmu
pendidikan Islam dengan pendekatan filsafat. Pada bagian penutup penulis
memaparkan; berdasarkan pemaparan diatas, dapat dikemukakan beberapa catatan
penutup bab ini, sebagai berikut.
1.
Dalam pemikiran filsafat, baik yang berasal dari filsafat Yunani, filsafat
barat dan filsafat Islam, terdapat pemikiran yang berkaitan dengan
pendidikan, baik secara teoritis maupun praktis. Hal ini membuktikan kebenaran
pendapat yang mengatakan bahwa filsafat memiliki sumabangan yang signifikan
dalam pembangunan konsep pendidikan.
2. Pemikiran
filsafat telah memberikan sumabangan dalam menjalaskan peran dan fungsi
pendidikan bagi kehidupan manusia, tujuan pendidikan, kurikulum pendidikan,
proses belajar mengajar, profil pendidikan yang ideal, etika murid, dan
lingkungan pendidikan.
3. Pengaruh
pemikiran filsafat Barat ternyata ternyata lebih kuat dan lebih dahulu masuk
kedalam perumusan konsep pendidikan pada umumnya dan pendididkan Islam pada
khususnya. Hal ini terjadi karena kajian terhadap pemikiran filsafat barat
dalam hubungannya dalam perumusan konsep pendidikan lebih dahulu dilakukan
daripada kajian terhadap pemikiran filsafat Islam.
Dengan
demikian bisa dibilang bahwa ilmu filsafat itu terdiri dari dua bagian, bagian
pertama yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan bagian kedua yang
bertentangan dengan ajarn Islam. Dan patut diingat bahwa dalam beragama kita
tidak memerlukan filsafat karena nabi dan para sahabatnya juga tidak
mengajarkan ilmu filsafat.
Ar-Roziy
berkata dalam kitab Aqsaamul Ladzdzat : Saya telah menelaah buku-buku ilmu
kalam dan manhaj filsafat, tidaklah saya mendapatkan kepuasan padanya lalu saya
memandang manhaj yang paling benar adalah manhaj Al-Qur’an. Abu Hamidz
Al-Ghozali berkata di awal kitabnya Al-Ihya : Jika kamu bertanya : ‘Mengapa
dalam pembagian ilmu tidak disebutkan ilmu kalam dan filsafat dan mohon
dijelaskan apakah keduanya itu tercela atau terpuji ?’ maka ketahuilah hasil
yang dimiliki ilmu kalam dalam pembatasan dalil-dalil yang bermanfaat, telah
dimiliki oleh Al-Qur’an dan Hadits dan semua yang keluar darinya adakalanya
perdebatan yang tercela dan ini termasuk kebid’ahan dan adakalanya kekacauan
karena kontradiksi kelompok-kelompok dan berpanjang lebar menukil
pendapat-pendapat yang kebanyakan adalah perkataan sia-sia dan ingauan yang
dicela oleh tabiat manusia dan ditolak oleh pendengaran dan sebagiannya
pembahasan yang sama sekali tidak berhubungan dengan agama dan tidak ada
sedikitpun terjadi di zaman pertama.
Bab Ketujuh,
pendidikan Islam dengan pendekatan pskiologi, peran psikologi dalam
pengemabngan ilmu pendidikan Islam, sebagaimana telah dikemukakan diatas,
adalah ilmu yang membahas tentang berbagai teori dan konsep yang berkaitan
dengan komponen dan aspek pendidikan. Visi, misi, tujuan, kurikulum, proses
belajar mengajar, dan komponen pendidikan Islam lainnya dapat dirumuskan dengan
benar apabila melibatkan jasa psikologi.
Psikologi
perkembangan memiliki metode dan teori yang berbeda dengan psikologi belajar.
Dari segi metode, psikologi perkembangan berupaya membantu menjelaskan tentang
perkrmbangan individu yang diperoleh melalui studi yang bersifat longitudinal,
cross sectional, psikoanlitik, sosiologik atau studi kasus.
Pada bab ini
penulis mengungkapakan keterkaitan pendidikan Islam dengan psikologi. Saya
memberikan apreasi penuh pada penulis, dikarenakan memesukan kajian psikologi
dalam pendidikan, apalagi menjelaskan secara detail penjabaran pendidikan
dengan psikologi dan itu sangat bermanfaat.
Bab Kedelapan,
ilmu pendidikan Islam dengan pendekatan sosiologi. Pendidikan dengan pendekatan
sosiologis dapat diartikan sebagai sebuah studi yang memanfaatkan sosiologi
untuk menjelaskan konsep pendidikan dan memecahkan berbagai problema yang
dihadapinya. Melalui pendekatan ini, interaksi antara pendidikan dan masalah
sosial dikaji secara seksama. Pendidikan, meenurut pendekatan sosiologi ini,
dipandang sebagai salah satu sosial, atau dicptakan oleh interaksi sosial. Para
sosiolog pendidikan mengkaji praktik-praktik pendidikan untuk membuktikan
hubungannya dengan kelembagaan, tujuan, kurikulum, proses belajar mengajar, dan
berbagai komponen pendidikan lainnya.
Pada bab ini
juga penulis menguraikan tentang konsep pendidikan yang berbasis sosiologi yang
didalamnya mengandung beberapa visi pendidikan , misi pendidikan, tujuan
pendidikan, kuriulum pendidikan, proses pembelajaran, dan pengelolaan
pendidikan. Berdasarkan uraian yang dipaparkan penulis, saya mengamati
pendidikan semestinya tidak bisa lepas dari pengaruh sosial. Bukti konkritnya,
pendidikan yang maju adalah pendidikan yang dibarengi dengan mutu sosial yang
tinggi dan faktor dari keberadaan tingkat sosial dari peran guru dan siswa.
Bab Kesembilan,
ilmu pendidikan Islam dengan pendekatan manajemen. Pendekatan mana jemen ini,
diartikan sebagai sebuah konsep yang mencoba menerapkan fungsi-fungsi manajemen
seperti planing (perencanaan), organising (pengorganisasian), actuating
(pelaksanaan), countrolling (pengawasan), dan evaluating (penilaian), serta
suvervising (pebaikan) dalam kegiatan pendidikan.
Pada ilmu
pendidikan Islam dengan pendekatan manajemen nantinya harus mengarah pada
standar pendidikan yang mencakup:
1.
Standar isi yakni, ruang lingkup materi dan tingat kompetensi yang
dituangkan dalam kreteria tentang kompetensi kelulusan, kompetensi bahan
kajian, kompetensi mata pelajaran dan silabus pemebelajaran yang harus dipenuhi
oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
2.
Standar proses/kegiatan belajar mengajar, adalah standar nasional
pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan
pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
3.
Standar kompetensi lulusan, dapat digunakan sebagai penilaian dalam
menentukan kelulusan pesera didik dari stuan pendidikan.
4.
Standar pendidik dan tenaga kependidikan, adalah kreteria pendidikan prajabatan
dan kelayakan fisik maupun mental serta pendidikan dalam jabatan.
5.
Standar sarana prasarana, adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan
dengan kerteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolah raga, tempat
beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat
berkreasi, serta sumber belajar lainnya yang diperlukan untuk menunjang proses
pembelajaran.
6.
Standar pengelolaan, adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan
denagn perencanaan, pelaksanaan dan pengawasaan kegiatan pendiddikan pada
tingkat satuan pendidikan.
7. Sumber
pembiayaan, adalah standar yang mengatur komponen dan besarnay biaya
operasional satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.
8.
Standar penilaian pendidikan, adalah standar nasional pendidikan yang
berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar
peserta didik.
Penulis
memeberikan gambaran tentang pendidikan Islam dengan penedekatan manajemen. Ada
pokok-pokok yang perlu diketahui oleh seorang pendidik dalam mengembangkan
model pembelajaran melelui manajemen yang harus diterapkan dalam mengelola
pendidikan. Ada yang perlu digaris bawahi dalam ilmu pendidikan Islam dengan
pendekatan manajemen yang dikemukakan penulis bahwa, keselarasan semua yang ada
dalam pendidikan Islam harus sesuai dengan batasan-batasan yang ditentukan oleh
ajaran Islam.
Bab Kesepuluh,
pendidikan Islam dengan pendekatan Information Technology (IT). Pandangan Islam
tentang sains dan teknologi pendidikan, sejak awal kelahirannya, Islam baik
secara normatif, filosofis, maupun aplikasi pragmatis telah memberikan
perhatian besar terhadap pentingnyasains dan teknologi .
Pengaruh
sains dan teknologi terhadap pendidikan saat ini amat besar terhadap kehidupan
manusia, terutama pendidikan, adalah teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Berbagai hasil kajian para ahli TIK telah menunjukan dengan jelas, bahwa
pendidikan di masa depan adalah pendidikan yang berbasis TIK. Dengan penggunaan
TIK, seluruh paradigma pendidikan: visi, misi, tujuan, kurikulum, proses
belajar mengajar, kelembagaan, sistem, pola hubungan, penilaian, lingkungan dan
aspek pendidikan lainnya akan mengalami perubahan. Hal ini antara lain dapat di
buktikan dengan hadirnya sejumlah buku atau jurnal yang mencoba mengaitkan pendidikan
dengan TIK. Berbagai perubahan paradigma pendidikan tersebut secara singkat
dapat dikemukakan sebagai berikut.
Bab Kesebelas
ilmu pendidikan Islam dengan pendekatan kebudayaan. A.L. kroeber dan Clyde
Kluckhohn, dala bukaunya Cultural: A Cricital Review of Concep and Devinition,
telah mengumpulkan kurang kurang lebih 161 definisi tentang kebudayaan. Pada
garis besarnya, definisi kebudayaan, dengan jumlah tersebut, terbagai dalam
berbagai kelompok yang meninjau kebudayaan dari berbagai sudut pandang.
Bab Keduabelas,
ilmu pendidikan Islam dengan pendekatan politik. Secara harfiyah, politik dapat
diartikan sebagai usaha atau rekayasa yang diatur sedemikaian rupa dalam rangka
mencapai tujuan. Dengan pengertian ini, politik yang dalam bahasa Arabnya dikenal
dengan istilah Al-siasyah berlaku pada aspek kehidupan, seperti pendidikan,
keluarga, ekonomi, budaya, kenegaraan, dan lain sebagainya. Dalam perkembangan
selanjutnya, politik sering dikaitkan dengan masalah kekuasaan suatu
pemerintahan. Di dalamnya, dibahas antara lain tentang usaha-usaha untuk
mendapatkan kekuasaan, mengelola, dan mempertahankannya agar kekuasaan,tersebut
tetap dapat dipertahankan. Pengertian politik, dalam arti kekuasaan atau
kebijakan yang berkaitan dengan urusan pemerintahan tersebut, tampaknya yang
paling menonjol dibandingkan dengan pengertian politik lainnya.
Bab Ketiga Belas,
ilmu pendidikan Islam dengan pendekatan hukum. Dalam kamus umum bahasa
Indonesia, terdapat beberapa pengertian tentang hukum. Pertama, hukum adalah
peraturan yang dibuat oleh suatu kekuasaan atau adat yang dianggap berlaku oleh
dan untuk orang banyak. Kedua, hukum adalah segala undang-undang, peraturan,
dan sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup di masyarakat. Ketiga, hukum
adalah ketentuan (kaidah, patokan) mengenai suatu peristiwa atau kejadian (alam
dan sebagainya). Keempat, hukum adalah keputusan (pertimbangan) yang ditentukan
oleh hakim (di pengadilan).
Hubungan
ilmu pendidikan ilam dengan ilmu hukum dapat diartikan sebagai sebuah konsep
pendidikan dengan mengunkan fikih sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan
berbagai aspek dan komponennya. Visi, misi, tujuan, proses belajar mengajar,
pendidik, peserta didik, hubungan pendidik dan peserta didik, pengelolaan,
sarana prasarana, pembiayaan, lingkungan, dan evaluasi pendidikan dirancang
dengan mempertimbangkan kebijakan hukum. Uraian selanjutnya mengenai ilmu
pendidikan dengan pendekatan hukum ini dapat dikemukakan sebagai berikut.
Bab Keempat Belas,
penelitian ilmu pendidikan Islam denganpendekatan kualitatif. Pada bagian ini,
perlu dikemukakan terlebih dahulu pengertian penelitian kualitatif yang
didalamnya mencakup karateristiknya, setelah itu dilanjutkan dengan
syarat-syarat dan ketentuan (syarat rukun) yang harus dilakukan pada penelitian
kualitatif tersebut, sehingga hasilnya dapat diakui sebagai temuan yang valid.
1.
Pengertian
Metode
penelitian kualitatif sering dinamakan sebagai metode baru, fositifistik, dan
interpretative research. Metode penelitian kualitatif dinamakan sebagai metode baru,
karena popularitasnya belum lama; dinamakan metode pospositifistik karena
berlandaskan pada filsafat pospositisme. Filsafat pos pasitifisme ini sering
pula sebagai paradigma interpretatif dan konstruktif yang memandang realitas
sosial sebagai sesuatu yang holistik/utuh, komplek, dinamis, penuh makna, dan
berhubungan secara interakif (reciprocal).
2.
Langkah-langkah penelitian kualitatif
Terdapat
sejumlah langkah penelitian kualitatif yang harus ditempuh yang diharapkan
dapat menjamin kesahihan (validitas) hasilnya.
Bab kelima belas,
penelitian ilmu pendidikan Islam dengan pendekatan kuantitatif. Metode
penelitian dengan pendekatan kuantitatif sering pula disebut sebagai metode
tradisional, karena metode ini sudah cukup lama digunakan sehingga sudah menjadi
tradisi sebagai metode penelitian. Selain metode ini juga disebut sebagai
metode positivistik, karena berlandaskan pada filsafat positivisme. Metode ini
juga dapat disebut sebagai meyode ilmiah, yaitu konkrit, empiris, objektif,
terukur, rasional, dan sistematis. Metode ini juga disebut metode discovery,
karena dengan metode ini dapat ditemukan dan dikembangkan berbagai iptek baru.
Dan dinamakan metode kuantitatif, karena data penelitiannya berupa angka-angka
dan analisisnya menggunakan statistik.
Pendidikan
Islam yang telah disampaikan pada buku ini dapat memberikan gambaran tentang
ilmu pendidikan Islam dari beberapa perspektif. Secara garis besar bahwa, dalam
suatu pendidikan ada beberapa perspektif yang perlu diketahui oleh oleh guru
dalam pendidikannya. Sudah selayaknya buku ini adalah buku wajib bacaan bagi
mahasiswa untuk menambah wawasan dan khazanah keilmuan.
Labels:
Materi Kuliah
02:54
Syiahindonesia.com - Aksi teror dan premanisme di kampung Az Zikra, asuhan Ustadz Arifin Ilham ternyata hanya sebagian kecil dari makar Syiah.
Pakar dan Peneliti Aliran Sesat Syiah, Ustadz Farid Ahmad Okbah, MA mengungkap sebuah data rahasia Syiah yang menggemparkan. Dalam sebuah pertemuan di Ngawi, Jawa Timur, aliran sesat Syiah ternyata telah merencanakan serangkaian pembunuhan terhadap 100 ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah di Indonesia.
Ini data rahasia Syiah, mereka telah berkumpul tanggal 22 Desember 2014 yang lalu di daerah Ngawi, Jawa Timur, kemudian mereka telah merancang untuk mengeksekusi 100 ulama Ahlus Sunnah di Indonesia dan termasuk di situ disebutkan nama saya
Salah seorang yang disebut dalam daftar ulama Ahlus Sunnah yang direncanakan untuk dibunuh adalah Ustadz Farid Okbah.
“Ini data rahasia Syiah, mereka telah berkumpul tanggal 22 Desember 2014 yang lalu di daerah Ngawi, Jawa Timur, kemudian mereka telah merancang untuk mengeksekusi 100 ulama Ahlus Sunnah di Indonesia
Umat Islam Waspadalah! Syiah Rencanakan Bunuh 100 Ulama Ahlus Sunnah
Syiahindonesia.com - Aksi teror dan premanisme di kampung Az Zikra, asuhan Ustadz Arifin Ilham ternyata hanya sebagian kecil dari makar Syiah.
Pakar dan Peneliti Aliran Sesat Syiah, Ustadz Farid Ahmad Okbah, MA mengungkap sebuah data rahasia Syiah yang menggemparkan. Dalam sebuah pertemuan di Ngawi, Jawa Timur, aliran sesat Syiah ternyata telah merencanakan serangkaian pembunuhan terhadap 100 ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah di Indonesia.
Ini data rahasia Syiah, mereka telah berkumpul tanggal 22 Desember 2014 yang lalu di daerah Ngawi, Jawa Timur, kemudian mereka telah merancang untuk mengeksekusi 100 ulama Ahlus Sunnah di Indonesia dan termasuk di situ disebutkan nama saya
Salah seorang yang disebut dalam daftar ulama Ahlus Sunnah yang direncanakan untuk dibunuh adalah Ustadz Farid Okbah.
“Ini data rahasia Syiah, mereka telah berkumpul tanggal 22 Desember 2014 yang lalu di daerah Ngawi, Jawa Timur, kemudian mereka telah merancang untuk mengeksekusi 100 ulama Ahlus Sunnah di Indonesia
dan termasuk di situ disebutkan nama
saya,” kata Ustadz Farid Okbah di hadapan ribuan jamaah saat Kajian
Umum Kajian Umum Mengenal & Mewaspadai Bahaya Syi’ah di Aula KH Nur
Ali, Islamic Center, Kota Bekasi, Jawa Barat, pada Kamis (19/2/2015).
Menyikapi rencana biadab aliran sesat Syiah tersebut, Ustadz Farid Okbah menyerukan kepada Umat Islam untuk melindungi para ulama Ahlus Sunnah di negeri ini.
Bila Syiah menjalankan rencana tersebut, baik itu menyakiti apalagi sampai membunuh, maka Umat Islam harus bersiap melakukan perlawanan terhadap Syiah.
Jangan main-main kalian dengan umat Islam, kalau sampai kalian coba menyentuh, menyakiti salah satu diantara orang-orang ini, kami umat Islam akan melawan kalian semua
“Kalau sampai mereka melaksanakan keinginannya, ada apa-apa dengan tokoh-tokoh ini, umat Islam tidak boleh diam! Kita harus lawan mereka, kita habisi mereka!
Jangan main-main kalian dengan umat Islam, kalau sampai kalian coba menyentuh, menyakiti salah satu diantara orang-orang ini, kami umat Islam akan melawan kalian semua,” jelasnya.
Oleh sebab itu, dalam menghadapi aliran sesat Syiah yang sangat berbahaya, Umat Islam harus bersatu menghadapi mereka.
“Karena itu saudara-saudara sekalian, jangan kita dipecah belah karena organisasi, NU, Muhammadiyah, Habib, bukan Habib, kita semua Ahlus Sunnah wal Jamaah. Kita harus menghadapi Syiah dengan semangat bersama, karena mereka kejahatan yang mengancam mereka,” tutupnya.
Menyikapi rencana biadab aliran sesat Syiah tersebut, Ustadz Farid Okbah menyerukan kepada Umat Islam untuk melindungi para ulama Ahlus Sunnah di negeri ini.
Bila Syiah menjalankan rencana tersebut, baik itu menyakiti apalagi sampai membunuh, maka Umat Islam harus bersiap melakukan perlawanan terhadap Syiah.
Jangan main-main kalian dengan umat Islam, kalau sampai kalian coba menyentuh, menyakiti salah satu diantara orang-orang ini, kami umat Islam akan melawan kalian semua
“Kalau sampai mereka melaksanakan keinginannya, ada apa-apa dengan tokoh-tokoh ini, umat Islam tidak boleh diam! Kita harus lawan mereka, kita habisi mereka!
Jangan main-main kalian dengan umat Islam, kalau sampai kalian coba menyentuh, menyakiti salah satu diantara orang-orang ini, kami umat Islam akan melawan kalian semua,” jelasnya.
Oleh sebab itu, dalam menghadapi aliran sesat Syiah yang sangat berbahaya, Umat Islam harus bersatu menghadapi mereka.
“Karena itu saudara-saudara sekalian, jangan kita dipecah belah karena organisasi, NU, Muhammadiyah, Habib, bukan Habib, kita semua Ahlus Sunnah wal Jamaah. Kita harus menghadapi Syiah dengan semangat bersama, karena mereka kejahatan yang mengancam mereka,” tutupnya.
Labels:
Dunia Islam
04:31
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan dihadapkan kepada tantangan peningkatan layanan dan mutu pendidikan, tantangan ini memunculkan masalah isu-isu aktual dalam masyarakat, antara lain pro dan kontra masalah penyelenggaraan sekolah unggul, rendahnya mutu dilihat dari perolehan nilai hasil ujian nasional yang dulu kerap dikenal dengan istilah NEM, angka partisipasi pendidikan, tingginya angka putus sekolah, terbatasnya dana pendidikan di daerah terpencil dan masalah lainnya.
Tuntutan akan peningkatan layanan dan mutu pendidikan adalah merupakan salah satu dampak keberhasilan pembangunan dalam perubahan sosial, antara lain meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap pendidikan. Cepatnya tuntutan ini tidak seimbang dengan daya dukung berbagai fasilitas dan upaya kerap melahirkan isu-isu aktual seperti tersebut di atas. Diantisipasi bahwa tuntutan ini cenderung semakin menguat selaras dengan pencapaian dari keberhasilan pembangunan itu sendiri. Isu-isu aktual pendidikan memerlukan perhatian dari berbagai pihak, sesuai dengan lingkup tanggung jawab pendidikan.
B. Rumusan Masalah
Jelaskan mengenai:
1. Masalah Keutuhan Pencapaian Sasaran
2. Masalah Peranan Guru
3. Ujian Nasional
4. Kekerasan di Sekolah
5. Dana Pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Masalah Keutuhan Pencapaian Sasaran
Di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 4 telah dinyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional ialah mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Kemudian dipertegas lagi secara rinci di dalam GBHN butir 2a dan b, tentang arah dan tujuan pendidikan bahwa yang dimaksud dengan manusia utuh itu adalah manusia yang sehat jasmani dan rohani, manusia yang memiliki hubungan secara vertical (dengan Tuhan) dan Horizontal (dengan lingkungan dan masyarakat), dan konsentris (dengan diri sendiri), yang berimbang antara duniawi dan ukhrawi.
Konsepnya sudah cukup baik. Tetapi di dalam pelaksanaannya pendidikan afektif belum ditangani semestinya. Kecenderungan mengarah kepada pengutamaan pengembangan aspek kognitif. Pendidikan agama dan Pendidikan Moral Pancasila misalnya yang semestinya mengutamakan penanaman nilai-nilai bergeser kepada pengetahuan agama dan Pancasila. Keberhasilan pendidikan dinilai dari kemampuan kognitif atau penguasaan pengetahuan. Pengembangan daya pikir dinomorsatukan, sedangkan pengembangan perasaan dan pengamalan terabaikan. Padahal untuk pengembangan perasaan dan hati agar memahami nilai-nilai tidak cukup hanya berkenalan dengan nilai-nilai melainkan harus mengalaminya. Dengan mengalami peserta didik dibuka kemungkinannya untuk menghayati hal-hal seperti kepercayaan diri, kemandirian, keyakinan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, penghargaan terhadap waktu dan kerja, kegairahan belajar, kedisiplinan, kesetiakawanan sosial, dan semangat kebangsaan.
B. Masalah Peranan Guru
Dahulu pada sekolah sudah dapat beroperasi jika ada murid, guru, dan ruangan tempat belajar dengan beberapa sarana seperlunya, guru merupakan satu-satunya sumber belajar, ia menjadi pusat tempat bertanya. Tugas guru memberikan ilmu pengetahuan kepadamurid. Cara demikian dipandang sudah memadai karena ilmu pengetahuan guru belum berkembang, cakupannya masih terbatas.
Dengan singkat dikatakan tugas guru adalah “membelajarkan pelajar”. Guru mendudukkan dirinya hanya sebagai bagian dari sumber belajar. Beraneka ragam sumber belajar yang hanya justru dapat ditemukan di luar diri guru seperti perpustakaan, taman bacaan, museum, orang-orang pintar, kebun binatang, toko buku dll. Sebagaimana Comenius pernah mengingatkan bahwa alam ini adalah buku besar yang sangat lengkap isinya.
Dari sisi kebutuhan murid, guru tidak mungkin seorang diri melayaninya. Untuk memandu proses pembelajaran murid ia dibantu oleh sejumlah petugas lainnya seperti konselor (guru BP), pustakawan, laboran, dan teknik sumber belajar. Dengan hadirnya petugas lain tersebut guru kini memiliki cukup waktu untuk mengajarkan hal-hal yang semestinya ia lakukan, tetapi selama itu tertelantarkan lantaran ketiadaan waktu karena terpaksa menanggulangi kegiatan-kegiatan yang semestinya dilakukan oleh tenaga-tenaga lainnya.
Melakukan kontak dan pendekatan manusiawi yang lebih intensif dengan murid-muridnya. Pelayanan kelompok dan individual dalam bentuk memperhatikan kebutuhan, mendorong semangat untuk maju berkreativitas, dan bekerja sama, menumbuhkan rasa percaya diri, harga diri, dan tanggung jawab, menghargai waktu, dan kedisiplinan, menghargai orang lain, dan menemukan jati diri. Inilah sisi pendidikan dari tugas seorang guru yang telah lama terabaikan. Dari sini pembelajaran ia diharapkan mampu mengelola proses pembelajaran (sebagai manajer), menunjukkan tujuan pembelajaran (director), mengorganisasikan kegiatan pembelajaran (coordinator), mengkomunikasikan murid dengan berbagai sumber belajar (komunikator), menyediakan dan memberikan kemudahan belajar (fasilitator), dan memberikan dorongan belajar (stimulator).
C. Ujian Nasional
Ujian Nasional merupakan salah satu jenis penilaian yang diselenggarakan pemerintah guna mengukur keberhasilan belajar siswa. Dalam beberapa tahun ini, kehadirannya menjadi perdebatan dan kontroversi di masyarakat. Di satu pihak ada yang setuju, karena dianggap dapat meningkatkan mutu pendidikan. Dengan adanya ujian nasional, sekolah dan guru akan dipacu untuk dapat memberikan pelayanan sebaik-baiknya agar para siswa dapat mengikuti ujian dan memperoleh hasil ujian yang sebaik-baiknya. Demikian juga siswa didorong untuk belajar secara sungguh-sungguh agar dia bisa lulus dengan hasil yang sebaik-baiknya.Sementara, di pihak lain juga tidak sedikit yang merasa tidak setuju karena menganggap bahwa Ujian Nasional sebagai sesuatu yang sangat kontradiktif dan kontraproduktif dengan semangat reformasi pembelajaran yang sedang kita kembangkan. Sebagaimana dimaklumi, bahwa saat ini ada kecenderungan untuk menggeser paradigma model pembelajaran kita dari pembelajaran yang lebih berorientasi pada pencapaian kemampuan kognitif ke arah pembelajaran yang lebih berorientasi pada pencapaian kemampuan afektif dan psikomotor, melalui strategi dan pendekatan pembelajaran yang jauh lebih menyenangkan dan kontekstual, dengan berangkat dari teori belajar konstruktivisme.
Kita maklumi pula bahwa Ujian Nasional yang dikembangkan saat ini dilaksanakan melalui tes tertulis. Soal-soal yang dikembangkan cenderung mengukur kemampuan aspek kognitif. Hal ini akan berdampak terhadap proses pembelajaran yang dikembangkan di sekolah. Sangat mungkin, para guru akan terjebak lagi pada model-model pembelajaran gaya lama yang lebih menekankan usaha untuk pencapaian kemampuan kognitif siswa, melalui gaya pembelajaran tekstual dan behavioristik.
Selain itu, Ujian Nasional sering dimanfaatkan untuk kepentingan diluar pendidikan, seperti kepentingan politik dari para pemegang kebijakan pendidikan atau kepentingan ekonomi bagi segelintir orang. Oleh karena itu, tidak heran dalam pelaksanaannya banyak ditemukan kejanggalan-kejanggalan, seperti kasus kebocoran soal, nyontek yang sistemik dan disengaja, merekayasa hasil pekerjaan siswa dan bentuk-bentuk kecurangan lainnya.
Terlepas dari kontroversi yang ada bahwa sampai saat ini belum ada pola baku sistem ujian akhir untuk siswa. Perubahan sering terjadi seiring dengan pergantian pejabat. Hampir setiap pejabat ganti, kebijakan sistem juga ikut berganti rupa.
Pelaksanaan UN mendapat berbagai kecaman dari berbagai pihak, terutama dari komunitas pendidikan di Tanah Air. Apa UN relevan menjadi senjata peningkat mutu dan membentuk standarisasi pendidikan nasional? Kalangan pendidikan pun malah menganggap bahwa UN justru tidak sesuai dengan UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan berbagai program pemerintah lainnya. Kalangan aktivis pendidikan dari Koalisi Pendidikan pun berpendapat serupa. "Penambahan mata pelajaran yang di-UN-kan semakin mencerminkan betapa pemerintah semakin besar kuasanya dalam menentukan kelulusan," ujarnya. Dia berpandangan, terjadi kekeliruan berpikir. Pemerintah berkeinginan keras untuk menerapkan UN dengan harapan dapat mengangkat kualitas pendidikan di Tanah Air. Peningkatan kualitas dianggap cukup lewat tes. Padahal, kualitas hanya dapat diperoleh lewat proses. Pemerintah justru harus melihat faktor-faktor penentu berjalannya proses dan sejauh mana itu sudah terpenuhi di sekolah.
Penerapan standard tunggal evaluasi hasil belajar dalam bentuk ujian nasional saat ini tampaknya masih sulit diterapkan di Indonesia. Sulitnya penerapan standar tunggal hasil belajar itu berkaitan erat dengan masih tingginya tingkat disparitas kualitas antarsekolah di Indonesia. ”Mengacu pada PP No 28/1990 tentang Pendidikan Dasar, penilaian pendidikan tidak hanya dilakukan dengan mengevaluasi hasil belajar, tetapi juga mencakup proses belajar-mengajar dan upaya pencapaian tujuan yang dilakukan. Kalau sekarang proses belajar-mengajarnya saja masih sangat berbeda satu sama lain kualitasnya, hasilnya tentu juga akan sangat berbeda. Arena pendidikan dari wilayah yang berbeda (desa-kota, misalnya) pun menyebabkan perbedaan kualitas pendidikan.
D. Kekerasan di Sekolah
Kekerasan di dunia pendidikan kembali terjadi. Beberapa kali kasus selalu terjadi, baik sekolah kota maupun disekolah yang ada di desa. Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait mengatakan kekerasan terhadap anak di lingkungan sekolah kembali terjadi karena belum ada tindakan tegas dari pemerintah terhadap pelaku kekerasan di sekolah. "Guru yang melakukan kekerasan, setahu saya belum ada yang sampai dipecat karena Menteri menganggap ini hal biasa untuk mendisiplinkan anak. Padahal itu salah," katanya saat berbincang dengan okezone, Rabu (28/9/2011). Dampaknya, psikologis anak akan menjadi tertekan. "Itu salah satu proses radikalisme terjadi. Kalau sekolah sudah mengajarkan kekerasan itu bagian dari menumbuhkan sikap radikal," ujarnya.
Padahal Undang-Udang perlindungan anak tahun 2002 pasal 59 jelas menyebutkan sekolah wajib menjadi zona anti kekerasan. Guru yang melakukan kekerasan terhadap anak tidak memenuhi syarat psikologis untuk menjadi tenaga pengajar.
E. Dana Pendidikan
Muhammad Nuh sebagai menteri pendidikan nasional mengajukan tambahan dana untuk anggaran pendidikan sebesar Rp 11,762 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2011. Rencananya tambahan dana ini diajukan untuk menambah anggaran beasiswa dan juga pendidikan di daerah timur Indonesia. Di satu sisi, hal ini patut diapresiasi mengingat dana pendidikan di Indonesia akan ditambah. Tentu saja, jika penyamapaiannya tepat, dana ini akan sangat membantu mereka yang tidak memiliki akses terhadap pendidikan. Namun di sisi lain, hal ini akan menimbulkan pertanyaan lebih jauh: akankah dana pendidikan ini tepat sasaran seperti yang diharapkan?. Bahwa dengan anggaran pendidikan sekarang yang dipatok sebesar 20% dari APBN, masih saja terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Padahal, pemerintah mematok adanya program wajib belajar sembilan tahun. Dan kejadian-kejadian di atas terjadi pada daerah pendidikan dasar tersebut. Oleh karena itu, wajar jika masyarakat akan menilai tambahan dana yang sekalipun akan dikucurkan tersebut tidak akan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat kecil terkait akses pendidikan. Realitas yang ada sekarang ini menyatakan hal sebaliknya. Malahan, yang akan timbul adalah ketakutan akan penyelewengan dana tersebut.
Menambahkan dana pendidikan itu memang perlu namun, untuk apa penambahan tersebut dilakukan jika harus mengalami kebocoran dimana-mana? Analoginya seperti menambahkan debit air bersih. Jika debit ditambahkan namun kebocoran pada pipa tetap terjadi, akhirnya penambahan itu akan sia-sia juga sebab yang membuat debit itu berkurang sampai di pelanggan bukan hanya masalah besar atau kecilnya debit awal melainkan kebocorannya. Oleh karena itu, yang seharusnya dilakukan sebelum penambahan dana adalah dengan menanggulangi kebocoran itu terlebih dahulu. Dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang dialirkan ke daerah-daerah sudah sepatutnya diawasi pemakaiannya oleh pemerintah daerah. Jangan sampai dana tersebut sampai pada tangan-tangan yang tidak berhak mendapatkannya. Jika dana BOS ini sudah terealisasi dengan baik, maka seharusnya masalah uang kursi dan seragam sekolah tidak lagi harus dipermasalahkan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 4 telah dinyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional ialah mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Kemudian dipertegas lagi secara rinci di dalam GBHN butir 2a dan b. Konsepnya sudah cukup baik. Tetapi di dalam pelaksanaannya pendidikan afektif belum ditangani semestinya. Kecenderungan mengarah kepada pengutamaan pengembangan aspek kognitif.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kemendiknas tahun 2009 mengenai kondisi sekolah di Indonesia, masih banyak keprihatinan yang harus diperhatikan oleh segenap bangsa dan tanah air.
Masalah kekerasan yang melanda dunia pendidikan juga menjadi isu hangat yang sering diperbincangkan. Padahal Undang-Udang perlindungan anak tahun 2002 pasal 59 jelas menyebutkan sekolah wajib menjadi zona anti kekerasan.
B. Saran
Demikianlah yang dapat kami uraikan tentang isu-isu aktual yang terjadi di dunia pendidikan, kami menyarankan kepada teman-teman yang ingin mengetahui lebih dalam lagi tentang hal tersebut di atas untuk mencari referensi melalui berbagai media yang tersedia.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Problem Aktual Pendidikan. dari http://sancanation.blogspot.com pada tanggal 25 September 2014 pukul 12:16 Wib.
Deswantoro. 2010. Masalah Layanan Dan Mutu Pendidikan. dari http://deslih101010.blogspot.com pada tanggal 25 September 2014 pukul 12:18 Wib.
Lutfi, Ahmad. 2012. Isu-Isu Pendidikan, dari http://lutfiyolutfi.blogspot.com pada tanggal 25 September 2014 pukul 12:21 Wib.
Makalah Isu-Isu Pendidikan Nasional
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan dihadapkan kepada tantangan peningkatan layanan dan mutu pendidikan, tantangan ini memunculkan masalah isu-isu aktual dalam masyarakat, antara lain pro dan kontra masalah penyelenggaraan sekolah unggul, rendahnya mutu dilihat dari perolehan nilai hasil ujian nasional yang dulu kerap dikenal dengan istilah NEM, angka partisipasi pendidikan, tingginya angka putus sekolah, terbatasnya dana pendidikan di daerah terpencil dan masalah lainnya.
Tuntutan akan peningkatan layanan dan mutu pendidikan adalah merupakan salah satu dampak keberhasilan pembangunan dalam perubahan sosial, antara lain meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap pendidikan. Cepatnya tuntutan ini tidak seimbang dengan daya dukung berbagai fasilitas dan upaya kerap melahirkan isu-isu aktual seperti tersebut di atas. Diantisipasi bahwa tuntutan ini cenderung semakin menguat selaras dengan pencapaian dari keberhasilan pembangunan itu sendiri. Isu-isu aktual pendidikan memerlukan perhatian dari berbagai pihak, sesuai dengan lingkup tanggung jawab pendidikan.
B. Rumusan Masalah
Jelaskan mengenai:
1. Masalah Keutuhan Pencapaian Sasaran
2. Masalah Peranan Guru
3. Ujian Nasional
4. Kekerasan di Sekolah
5. Dana Pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Masalah Keutuhan Pencapaian Sasaran
Di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 4 telah dinyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional ialah mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Kemudian dipertegas lagi secara rinci di dalam GBHN butir 2a dan b, tentang arah dan tujuan pendidikan bahwa yang dimaksud dengan manusia utuh itu adalah manusia yang sehat jasmani dan rohani, manusia yang memiliki hubungan secara vertical (dengan Tuhan) dan Horizontal (dengan lingkungan dan masyarakat), dan konsentris (dengan diri sendiri), yang berimbang antara duniawi dan ukhrawi.
Konsepnya sudah cukup baik. Tetapi di dalam pelaksanaannya pendidikan afektif belum ditangani semestinya. Kecenderungan mengarah kepada pengutamaan pengembangan aspek kognitif. Pendidikan agama dan Pendidikan Moral Pancasila misalnya yang semestinya mengutamakan penanaman nilai-nilai bergeser kepada pengetahuan agama dan Pancasila. Keberhasilan pendidikan dinilai dari kemampuan kognitif atau penguasaan pengetahuan. Pengembangan daya pikir dinomorsatukan, sedangkan pengembangan perasaan dan pengamalan terabaikan. Padahal untuk pengembangan perasaan dan hati agar memahami nilai-nilai tidak cukup hanya berkenalan dengan nilai-nilai melainkan harus mengalaminya. Dengan mengalami peserta didik dibuka kemungkinannya untuk menghayati hal-hal seperti kepercayaan diri, kemandirian, keyakinan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, penghargaan terhadap waktu dan kerja, kegairahan belajar, kedisiplinan, kesetiakawanan sosial, dan semangat kebangsaan.
B. Masalah Peranan Guru
Dahulu pada sekolah sudah dapat beroperasi jika ada murid, guru, dan ruangan tempat belajar dengan beberapa sarana seperlunya, guru merupakan satu-satunya sumber belajar, ia menjadi pusat tempat bertanya. Tugas guru memberikan ilmu pengetahuan kepadamurid. Cara demikian dipandang sudah memadai karena ilmu pengetahuan guru belum berkembang, cakupannya masih terbatas.
Dengan singkat dikatakan tugas guru adalah “membelajarkan pelajar”. Guru mendudukkan dirinya hanya sebagai bagian dari sumber belajar. Beraneka ragam sumber belajar yang hanya justru dapat ditemukan di luar diri guru seperti perpustakaan, taman bacaan, museum, orang-orang pintar, kebun binatang, toko buku dll. Sebagaimana Comenius pernah mengingatkan bahwa alam ini adalah buku besar yang sangat lengkap isinya.
Dari sisi kebutuhan murid, guru tidak mungkin seorang diri melayaninya. Untuk memandu proses pembelajaran murid ia dibantu oleh sejumlah petugas lainnya seperti konselor (guru BP), pustakawan, laboran, dan teknik sumber belajar. Dengan hadirnya petugas lain tersebut guru kini memiliki cukup waktu untuk mengajarkan hal-hal yang semestinya ia lakukan, tetapi selama itu tertelantarkan lantaran ketiadaan waktu karena terpaksa menanggulangi kegiatan-kegiatan yang semestinya dilakukan oleh tenaga-tenaga lainnya.
Melakukan kontak dan pendekatan manusiawi yang lebih intensif dengan murid-muridnya. Pelayanan kelompok dan individual dalam bentuk memperhatikan kebutuhan, mendorong semangat untuk maju berkreativitas, dan bekerja sama, menumbuhkan rasa percaya diri, harga diri, dan tanggung jawab, menghargai waktu, dan kedisiplinan, menghargai orang lain, dan menemukan jati diri. Inilah sisi pendidikan dari tugas seorang guru yang telah lama terabaikan. Dari sini pembelajaran ia diharapkan mampu mengelola proses pembelajaran (sebagai manajer), menunjukkan tujuan pembelajaran (director), mengorganisasikan kegiatan pembelajaran (coordinator), mengkomunikasikan murid dengan berbagai sumber belajar (komunikator), menyediakan dan memberikan kemudahan belajar (fasilitator), dan memberikan dorongan belajar (stimulator).
C. Ujian Nasional
Ujian Nasional merupakan salah satu jenis penilaian yang diselenggarakan pemerintah guna mengukur keberhasilan belajar siswa. Dalam beberapa tahun ini, kehadirannya menjadi perdebatan dan kontroversi di masyarakat. Di satu pihak ada yang setuju, karena dianggap dapat meningkatkan mutu pendidikan. Dengan adanya ujian nasional, sekolah dan guru akan dipacu untuk dapat memberikan pelayanan sebaik-baiknya agar para siswa dapat mengikuti ujian dan memperoleh hasil ujian yang sebaik-baiknya. Demikian juga siswa didorong untuk belajar secara sungguh-sungguh agar dia bisa lulus dengan hasil yang sebaik-baiknya.Sementara, di pihak lain juga tidak sedikit yang merasa tidak setuju karena menganggap bahwa Ujian Nasional sebagai sesuatu yang sangat kontradiktif dan kontraproduktif dengan semangat reformasi pembelajaran yang sedang kita kembangkan. Sebagaimana dimaklumi, bahwa saat ini ada kecenderungan untuk menggeser paradigma model pembelajaran kita dari pembelajaran yang lebih berorientasi pada pencapaian kemampuan kognitif ke arah pembelajaran yang lebih berorientasi pada pencapaian kemampuan afektif dan psikomotor, melalui strategi dan pendekatan pembelajaran yang jauh lebih menyenangkan dan kontekstual, dengan berangkat dari teori belajar konstruktivisme.
Kita maklumi pula bahwa Ujian Nasional yang dikembangkan saat ini dilaksanakan melalui tes tertulis. Soal-soal yang dikembangkan cenderung mengukur kemampuan aspek kognitif. Hal ini akan berdampak terhadap proses pembelajaran yang dikembangkan di sekolah. Sangat mungkin, para guru akan terjebak lagi pada model-model pembelajaran gaya lama yang lebih menekankan usaha untuk pencapaian kemampuan kognitif siswa, melalui gaya pembelajaran tekstual dan behavioristik.
Selain itu, Ujian Nasional sering dimanfaatkan untuk kepentingan diluar pendidikan, seperti kepentingan politik dari para pemegang kebijakan pendidikan atau kepentingan ekonomi bagi segelintir orang. Oleh karena itu, tidak heran dalam pelaksanaannya banyak ditemukan kejanggalan-kejanggalan, seperti kasus kebocoran soal, nyontek yang sistemik dan disengaja, merekayasa hasil pekerjaan siswa dan bentuk-bentuk kecurangan lainnya.
Terlepas dari kontroversi yang ada bahwa sampai saat ini belum ada pola baku sistem ujian akhir untuk siswa. Perubahan sering terjadi seiring dengan pergantian pejabat. Hampir setiap pejabat ganti, kebijakan sistem juga ikut berganti rupa.
Pelaksanaan UN mendapat berbagai kecaman dari berbagai pihak, terutama dari komunitas pendidikan di Tanah Air. Apa UN relevan menjadi senjata peningkat mutu dan membentuk standarisasi pendidikan nasional? Kalangan pendidikan pun malah menganggap bahwa UN justru tidak sesuai dengan UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan berbagai program pemerintah lainnya. Kalangan aktivis pendidikan dari Koalisi Pendidikan pun berpendapat serupa. "Penambahan mata pelajaran yang di-UN-kan semakin mencerminkan betapa pemerintah semakin besar kuasanya dalam menentukan kelulusan," ujarnya. Dia berpandangan, terjadi kekeliruan berpikir. Pemerintah berkeinginan keras untuk menerapkan UN dengan harapan dapat mengangkat kualitas pendidikan di Tanah Air. Peningkatan kualitas dianggap cukup lewat tes. Padahal, kualitas hanya dapat diperoleh lewat proses. Pemerintah justru harus melihat faktor-faktor penentu berjalannya proses dan sejauh mana itu sudah terpenuhi di sekolah.
Penerapan standard tunggal evaluasi hasil belajar dalam bentuk ujian nasional saat ini tampaknya masih sulit diterapkan di Indonesia. Sulitnya penerapan standar tunggal hasil belajar itu berkaitan erat dengan masih tingginya tingkat disparitas kualitas antarsekolah di Indonesia. ”Mengacu pada PP No 28/1990 tentang Pendidikan Dasar, penilaian pendidikan tidak hanya dilakukan dengan mengevaluasi hasil belajar, tetapi juga mencakup proses belajar-mengajar dan upaya pencapaian tujuan yang dilakukan. Kalau sekarang proses belajar-mengajarnya saja masih sangat berbeda satu sama lain kualitasnya, hasilnya tentu juga akan sangat berbeda. Arena pendidikan dari wilayah yang berbeda (desa-kota, misalnya) pun menyebabkan perbedaan kualitas pendidikan.
D. Kekerasan di Sekolah
Kekerasan di dunia pendidikan kembali terjadi. Beberapa kali kasus selalu terjadi, baik sekolah kota maupun disekolah yang ada di desa. Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait mengatakan kekerasan terhadap anak di lingkungan sekolah kembali terjadi karena belum ada tindakan tegas dari pemerintah terhadap pelaku kekerasan di sekolah. "Guru yang melakukan kekerasan, setahu saya belum ada yang sampai dipecat karena Menteri menganggap ini hal biasa untuk mendisiplinkan anak. Padahal itu salah," katanya saat berbincang dengan okezone, Rabu (28/9/2011). Dampaknya, psikologis anak akan menjadi tertekan. "Itu salah satu proses radikalisme terjadi. Kalau sekolah sudah mengajarkan kekerasan itu bagian dari menumbuhkan sikap radikal," ujarnya.
Padahal Undang-Udang perlindungan anak tahun 2002 pasal 59 jelas menyebutkan sekolah wajib menjadi zona anti kekerasan. Guru yang melakukan kekerasan terhadap anak tidak memenuhi syarat psikologis untuk menjadi tenaga pengajar.
E. Dana Pendidikan
Muhammad Nuh sebagai menteri pendidikan nasional mengajukan tambahan dana untuk anggaran pendidikan sebesar Rp 11,762 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2011. Rencananya tambahan dana ini diajukan untuk menambah anggaran beasiswa dan juga pendidikan di daerah timur Indonesia. Di satu sisi, hal ini patut diapresiasi mengingat dana pendidikan di Indonesia akan ditambah. Tentu saja, jika penyamapaiannya tepat, dana ini akan sangat membantu mereka yang tidak memiliki akses terhadap pendidikan. Namun di sisi lain, hal ini akan menimbulkan pertanyaan lebih jauh: akankah dana pendidikan ini tepat sasaran seperti yang diharapkan?. Bahwa dengan anggaran pendidikan sekarang yang dipatok sebesar 20% dari APBN, masih saja terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Padahal, pemerintah mematok adanya program wajib belajar sembilan tahun. Dan kejadian-kejadian di atas terjadi pada daerah pendidikan dasar tersebut. Oleh karena itu, wajar jika masyarakat akan menilai tambahan dana yang sekalipun akan dikucurkan tersebut tidak akan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat kecil terkait akses pendidikan. Realitas yang ada sekarang ini menyatakan hal sebaliknya. Malahan, yang akan timbul adalah ketakutan akan penyelewengan dana tersebut.
Menambahkan dana pendidikan itu memang perlu namun, untuk apa penambahan tersebut dilakukan jika harus mengalami kebocoran dimana-mana? Analoginya seperti menambahkan debit air bersih. Jika debit ditambahkan namun kebocoran pada pipa tetap terjadi, akhirnya penambahan itu akan sia-sia juga sebab yang membuat debit itu berkurang sampai di pelanggan bukan hanya masalah besar atau kecilnya debit awal melainkan kebocorannya. Oleh karena itu, yang seharusnya dilakukan sebelum penambahan dana adalah dengan menanggulangi kebocoran itu terlebih dahulu. Dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang dialirkan ke daerah-daerah sudah sepatutnya diawasi pemakaiannya oleh pemerintah daerah. Jangan sampai dana tersebut sampai pada tangan-tangan yang tidak berhak mendapatkannya. Jika dana BOS ini sudah terealisasi dengan baik, maka seharusnya masalah uang kursi dan seragam sekolah tidak lagi harus dipermasalahkan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 4 telah dinyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional ialah mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Kemudian dipertegas lagi secara rinci di dalam GBHN butir 2a dan b. Konsepnya sudah cukup baik. Tetapi di dalam pelaksanaannya pendidikan afektif belum ditangani semestinya. Kecenderungan mengarah kepada pengutamaan pengembangan aspek kognitif.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kemendiknas tahun 2009 mengenai kondisi sekolah di Indonesia, masih banyak keprihatinan yang harus diperhatikan oleh segenap bangsa dan tanah air.
Masalah kekerasan yang melanda dunia pendidikan juga menjadi isu hangat yang sering diperbincangkan. Padahal Undang-Udang perlindungan anak tahun 2002 pasal 59 jelas menyebutkan sekolah wajib menjadi zona anti kekerasan.
B. Saran
Demikianlah yang dapat kami uraikan tentang isu-isu aktual yang terjadi di dunia pendidikan, kami menyarankan kepada teman-teman yang ingin mengetahui lebih dalam lagi tentang hal tersebut di atas untuk mencari referensi melalui berbagai media yang tersedia.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Problem Aktual Pendidikan. dari http://sancanation.blogspot.com pada tanggal 25 September 2014 pukul 12:16 Wib.
Deswantoro. 2010. Masalah Layanan Dan Mutu Pendidikan. dari http://deslih101010.blogspot.com pada tanggal 25 September 2014 pukul 12:18 Wib.
Lutfi, Ahmad. 2012. Isu-Isu Pendidikan, dari http://lutfiyolutfi.blogspot.com pada tanggal 25 September 2014 pukul 12:21 Wib.
Labels:
Makalah,
Materi Kuliah